Antri Berjam-jam, Rakyat : Jangan Tambah Beban Kami

oleh -782 views
Suasana antrian minyak goreng di salah satu toko retail Jalan SM Bayanuddin, Kecamatan Sambaliung


WAKTU menunjukkan pukul 13.45 WITA, panas matahari sedang terik-teriknya. Bahkan tidak ada tanda-tanda akan turun hujan. Meskipun begitu, angin tetap berhembus memberikan sedikit kesegaran.

Satu per satu warga berdatangan. Tidak sampai 10 menit, halaman parkir salah satu toko retail, yang identik dengan logo berwarna merah, di Jalan SM Bayanuddin, Kecamatan Sambaliung,  sudah dipadati manusia.

Kendaraan roda dua mereka yang parkir dibahu jalan, cukup mengundang kemacetan. Suara klakson bersahut-sahutan, menyatu dengan suara ratusan manusia yang sedang sibuk dengan pembahasannya masing-masing.

Ada ratusan orang yang berdiri di sana. Sebagian lagi mencoba duduk meski beralaskan sandal ataupun kardus yang mereka dapat dari depan toko retail. Dari berbagai kalangan usia, laki-laki dan perempuan, berdesakan membuat antrian panjang. Menyusun sandal ataupun helm mereka sebagai pengganti nomor urut.
Ditepi-tepi jalan, tampak beberapa rombong penjual es dan jajanan sedang melayani pembeli yang kehausan. Maklum saja, terik matahari saat itu tidak bisa diajak kompromi.

“Dapatnya berapa liter per orang? Harga berapa,” celetuk seorang ibu berbaju ungu, yang baru saja datang dan turut menyambung barisan antrian. Wajahnya nampak lelah, namun tetap bersemangat.

“Katanya sih cuma sebungkus yang isi 2 liter bu, harga Rp 50.000,” jawab salah satu wanita muda yang sedari tadi telah berdiri bersama pengantri lain yang juga tak kalah bersemangatnya.

Rupanya, antrian panjang dibawah teriknya sinar matahari pada Selasa (29/3/2022) siang itu, adalah barisan antri para pejuang minyak goreng (migor).
Ya, benar sekali. Ratusan warga yang memadati toko retail itu hanya punya satu tujuan yang sama. Yaitu mendapatkan minyak goreng dengan harga yang terjangkau.

Bak hilang ditelan bumi, sejak beberapa bulan terakhir keberadaan minyak goreng semakin sulit ditemukan, terutama setelah harga minyak mendapat subsidi dari pemerintah. Lalu kemudian, subsidi kembali dicabut dan harga minyak goreng yang dulu berkisar Rp 14.000 per liter, kini ditetapkan seharga Rp 23.500 per liter, dengan harapan masyarakat tidak lagi kesulitan mendapatkan kebutuhan pokok ini. Namun pada kenyataannya, keberadaan minyak goreng tetap sulit ditemukan.

“Heran juga ya, minyak goreng sudah dinaikkan harganya, tapi kenapa kita masyarakat ini justru semakin sulit dapat minyak. Ada minyak goreng dijual dipinggiran jalan, tapi mahal sekali. Bahkan ada yang jual harga Rp 75.000 sampai Rp 110.000 untuk 2 liternya. Kacau lah kita mau masak, uangnya habis untuk minyak goreng aja. Belum lagi beli kebutuhan yang lain, sudah habis untuk beli minyak uangnya,” keluh Rita, salah seorang ibu rumah tangga yang rela mengantri demi memenuhi kebutuhan minyak goreng untuk memasak kuliner dagangannya.

Antrian panjang nan padat untuk mendapatkan minyak goreng di salah satu toko retail ini pun tidak mudah. Masyarakat harus menunggu hingga berjam-jam sampai saatnya pihak toko retail melayani pembelian kepada masyarakat. Hal itupun mendapatkan kritik dari salah satu pengantri.
Biasa disapa Yana, wanita ini menilai saat ini masyarakat semakin dibuat sengsara oleh berbagai macam aturan dan kebijakan. Dengan nada kesal, Yana memprotes cara penjualan di salah satu toko retail, yang menurutnya sangat menyengsarakan masyarakat sebagai pembeli.

“Kita dibiarkan antri berjam-jam di sini, belum lagi cuaca yang super panas ini, bikin kami para ibu-ibu yang butuh minyak goreng untuk sekedar memenuhi kebutuhan dapur atau berjualan kuliner ini semakin sakit rasanya. Sudah harganya lebih mahal dari biasanya, cara belinya lagi yang dibuat susah. Padahal enggak harus menunggu masyarakat bertumpuk baru dilayani. Harusnya kan bisa siapa yang duluan datang dialah yang dilayani, jangan menunggu berjam-jam dulu baru dikeluarkan itu minyak goreng. Kita beli loh, bukan mau minta percuma-cuma,” ucapnya seraya menampakkan raut kekesalan dibalik masker putih yang ia kenakan.

Yana tak sendiri, kekesalan pengantri lain pun diungkapkan Marni, salah satu warga yang berdomisili di Jalan Karang Mulyo. Wanita yang kesehariannya sebagai pedagang kuliner ini mengaku sedih ketika terpaksa harus merogoh kocek dalam-dalam demi mendapatkan minyak goreng. Keuntungan dari berdagangnya pun dia pertaruhkan.

“Harga minyak yang dijual eceran mencekik sekali. Kalau enggak ikut antri begini, terus mau jualan pakai minyak yang harganya mahal, untungnya saya jualan dimana? Jadi ya terpaksa ikut antri-antri, yang penting dapat minyak harga yang masuk akal. Soalnya saya pakai buat jualan kuliner lagi, ampun deh saya mikirin modal minyak aja sudah berapa,” curhatnya.

Kekesalan masyarakat pun seperti ditumpahkan pada siang terik itu. Berbagai macam kalimat kekesalan dilontarkan, meski entah kemana arah tujuannya mereka menyampaikan protes kala itu. Terlebih ketika antrian yang telah susah payah mereka buat atas kesepakatan bersama pengantri lainnya, dirubah oleh kehadiran Satpol PP siang itu.

“Kami dari jam 13.00 WITA tadi sudah datang dan buat barisan antrian sendiri. Kami susun sandal dan helm sebagai penanda nomor antrian. Tapi begitu petugas datang, antrian dibubarkan dan dibuat antrian kembali. Ini yang buat kami kesal sekali. Banyak yang baru datang tiba-tiba sudah dipersilahkan masuk, sementara kami yang sudah berjam-jam antri jadi belakangan, karena barisan antrian yang dirubah begitu saja oleh petugas,” ungkap Salamah, salah satu pengantri yang menumpahkan kekesalannya usai berjam-jam menunggu untuk 2 liter minyak goreng.

Salamah tidak hanya menunjukkan kekesalannya, tapi ia juga menitipkan sebuah pesan untuk pihak berwenang yang termasuk pula pihak toko retail, agar membuat aturan lebih baik lagi untuk penjualan minyak goreng kepada masyarakat.

“Saya berharapnya kepada pemerintah terutama pemerintah daerah bisa melihat kondisi masyarakat saat ini secara utuh. Kami butuh aturan tegas pemerintah daerah, agar kami tidak terus-menerus kesulitan seperti ini. Tolonglah dibuatkan saja aturannya, kalau bisa pemerintah daerah segera tentukan HET minyak goreng ini, baik dari tingkat agen, distributor maupun pengecer. Sebab saat ini HET setahu saya hanya berlaku untuk minyak goreng sawit curah. Jadi tidak ada lagi kesewenangan oknum yang menjual harga selangit dan semena-mena. Tolonglah pemerintah segera saja bantu kami masyarakat ini untuk mengurangi satu saja lagi beban hidup kami sehari-hari,” keluhnya.

“Kalau dari beberapa informasi yang saya terima, katanya stok minyak aman sampai awal Ramadan, tapi kenapa untuk mendapatkan minyak goreng ini kami sangat sulit sekali. Terutama minyak goreng dengan harga yang terjangkau. Jadi sebenarnya masalahnya apa? Kami rakyat ini sudah susah dengan banyak hal lain, sekarang ditambah minyak goreng. Belum lagi gas melon yang kadang menambah kekacauan dunia perdapuran ibu-ibu,” lanjutnya.

Meski harus dengan pengorbanan, Salamah bersama pengantri lain berhasil menebus berjam-jam waktu mereka untuk 2 liter minyak seharga Rp 50.000. Salamah berharap masyarakat bisa kembali mendapatkan minyak goreng dengan harga yang tidak mencekik.

Pemandangan berbeda ditunjukkan pada antrian di salah satu toko retail berlogo sama, di Jalan Durian 1, Kecamatan Tanjung Redeb. Terpantau Dimensinews, pada hari yang sama, antrian di lokasi tersebut lebih terarah dan tertata rapi dengan penjagaan dari Satpol PP dan petugas BPBD yang turut membantu proses jual beli minyak goreng.

Warga yang datang pun berbaris sesuai antrian, diiringi dengan suara toa dari petugas yang mempersilahkan masing-masing 10 orang per antrian untuk masuk membeli minyak goreng. (mrt)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *