Perempuan Mahardhika Nilai UU TPKS Terobosan Luar Biasa

oleh -328 views
Organisasi Perempuan Mahardhika menggelar seminar nasional di Swiss-Belhotel Samarinda, Rabu, (22/6/2022), bertema Meningkatkan Indeks Pemberdayaan Manusia Kalimantan Timur melalui Implementasi UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. (Istimewa)

SAMARINDA.DIMENSINEWS –

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) telah disahkan pada Bulan Mei 2022. Dengan disahkannya UU TPKS ini, telah saatnya untuk mensosialisasikan ke seluruh tatanan masyarakat betapa pentingnya UU ini. 

Salah satu organisasi perempuan, Perempuan Mahardhika, menggelar seminar nasional di Swiss-Belhotel Samarinda pada Rabu, (22/6/2022). Seminar ini bertujuan agar peserta seminar mampu memahami isi dari UU TPKS dan pengimplementasiannya. Tema seminar sendiri yakni ‘Meningkatkan Indeks Pemberdayaan Manusia Kalimantan Timur melalui Implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual’.

Narasumber pertama ialah Sekretaris Nasional Perempuan Mahardhika, Retyaningtyas. Berdasarkan Data Simfoni DKP3A Kaltim Tahun 2021, indeks pemberdayaan gender di Kaltim masih berada di urutan ke-27 dari 34 provinsi.

“Dengan adanya UU TPKS, artinya akan menekan kasus kekerasan seksual yang ada di Kaltim. Apalagi, Samarinda memiliki kasus kekerasan seksual yang banyak,”ungkapnya. 

Seperti yang dikutip dari Samarinda Smart City, UU ini juga telah mengakomodir kasus kekerasan seksual yang tidak tercantum di dalam UU KUHP. Dimana, terdapat 9 bentuk kekerasan seksual dan 10 bentuk kekerasan seksual lainnya. 

Meskipun UU TPKS ini menjadi terobosan yang luar biasa bagi perempuan, tapi Tyas mengakui, ada 1 klausa yang akan diperjuangkan pihaknya untuk lebih disempurnakan. 

“Kami memperjuangkan di pasal pemerkosaan. Kami menginginkan agar perkosaan ini mempunyai hukum acara sendiri di dalam UU TPKS,” ujar Tyas. 

Ditambahkan oleh Koordinator Asosiasi LBH Apik Indonesia Khotimun Susanti, UU TPKS menjadi upaya perlindungan sepenuhnya kpada korban kekerasan seksual. Dimana, korban terus mendapatkan perlindungan dan pendampingan dari awal kasus dilaporkan hingga pasca putusan peradilan. 

Khotimun juga mengungkapkan terdapat 7 kelompok perubahan kunci setelah adanya UU TPKS. 

“UU ini telah mengakomodasi bentuk-bentuk kekerasan seksual dan unsur-unsur yang belum diakomodasi dalam berbagai UU yang telah ada. Kedua, pengaturan kekerasan seksual yang di luar UU TPKS diakui sebagai TPKS.”

“Pelaku tidak hanya individu, namun juga korporasi. Ini hukum acara khusus sehingga lebih mengakomodasi pengalaman korban kekerasan seksual. Pengakuan hak-hak korban, keluarga korban, dan mandat penyelenggeraan layanan dukungan yang lebih memadai dan terpadu,”papar Khotimun.  

Selain itu, lanjutnya, UU TPKS ini menjadikan adanya keadilan korektif, rehabilitatif, dan restoratif. Terakhir, UU TPKS sebagai pencegahan yang melibatkan berbagai unsur. 

Salah satu narasumber lainnya ialah Asisten Tindak Pidana Umum kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim, Gede Made Pasek Swardiana. Sebagai bagian dari aparat hukum, ia memastikan agar pelayanan yang diberikan dari awal laporan diterima hingga persidangan terkait kekerasan seksual akan berasaskan hati nurani. 

“Saat ini kami menggunakan model Restorative Justice yang mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan. Jadi, kami pastikan kita tidak akan merendahkan korban dan akan melayani sesuai Pedoman Kejaksaan Nomor 1Tahun 2021,” tegasnya. 

Bahkan, Made juga telah mengintruksikan kepada seluruh jaksa maupun staf di Kejati Kaltim untuk secepatnya mengimplementasikan UU TPKS ini. (SSC)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *