IMB Berganti Menjadi PBG

oleh -2,231 views
Pelayanan SIMBG di DPUPR Berau. Insert foto Kabid Pembangunan Permukiman Penataan Bangunan dan Jasa Konstruksi pada DPUPR Berau, Jimmy Arwi Siregar. (Helda/Dimensinews)

TANJUNG REDEB.DIMENSINEWS –

Peristilahan perizinan IMB saat ini telah diganti dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Tak hanya peristilahan yang berubah, tetapi juga proses urusannya juga ikut berbeda.

Kepala Bidang Pembangunan Permukiman Penataan Bangunan dan Jasa Konstruksi pada DPUPR Berau, Jimmy Arwi Siregar, menjelaskan bahwa sosialisasi PBG telah dilakukan sejak Maret 2023 lalu. Dan PBG ini mulai berlaku setelah diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 tahun 2021 perihal Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 tahun 2022 tentang Bangun Gedung.

Melalui PP tersebut, IMB dengan sendirinya terhapus. IMB terang Jimmy, merupakan izin yang wajib dimiliki pemilik atau pemohon bangunan sebelum atau saat mendirikan bangunan. Pemohon dalam mengajukan permohonan izin juga perlu melampirkan teknik dan struktur bangunan.

Kendati demikian, dalam model perizinan IMB, pemohon mengajukan bangunan yang hendak dibangun sesuai keinginan sendiri. Selain itu, tidak ada pengkaji teknis dan proses konsultasi yang lebih intens antara pemohon dan pihak PU kabupaten selaku kesekretariatan.

“Selain itu dokumen IMB diserahkan pemohon kepada DPMPTSP kemudian PU sebagai bagian dari tim hanya akan mengecek. Bila terdapat ketidaksesuaian maka akan dikembalikan ke pemohon. Nanti pemohon akan proses lalu dikirim lagi,” jelasnya.

Sedangkan PBG, lebih pada mengatur soal bagaimana bangunan didirikan. Dalam prosesnya, semua perizinan mesti mengacu pada PP tersebut mulai dari perencanaan dan perancangan bangunan gedung, pelaksanaan dan pengawasan konstruksi bangunan gedung, pemanfaatan bangunan gedung, serta dampak bangunan gedung terhadap lingkungan sekitar.

Selain itu, dalam setiap perizinan PBG yang dilakukan mesti terdapat pengkaji teknis dan konsultan baik perorangan maupun badan usaha. Pengkaji teknis wajib diisi dalam dokumen pengajuan agar tahapan konsultasi dapat dilakukan. Jika tidak terdapat pengkaji teknis maka dokumen tersebut dikembalikan. Namun bila dilakukan perorangan maka orang tersebut mesti mengantongi sertifikasi.

“Kalau yang baru akan mendirikan bangunan itu mengajukan PBG. Tapi kalau yang sudah berdiri, tidak bisa lagi menerbitkan PBG-nya. Yang ada adalah Sertifikasi Laik Fungsi (SLF). Nanti SLF itu terhadap bangunan yang sudah berdiri. Kami akan kembali arahkan agar bangunan tersebut sesuai ketentuan persyaratan teknis dalam PP,” sambungnya.

Dalam pengajuan itu, tambah Jimmy pemohon perizinan PBG tidak lagi melalui DPMPTSP melainkan melalui sistem yang namanya SIMBG. Sistem ini memuat PBG dan SLF. Setelah PBG dan SLF terbit baru dikeluarkannya SKPBG.

“Kalau PBG-nya sudah sesuai, SLF juga kita cek. Ada pelaporannya juga melalui sistem. Tahapannya mulai dari struktur atas, arsitektur, mekanikal elektrikalnya. Semuanya kita cek lalu dilaporkan melalui sistem. Begitu semuanya terpenuhi maka SKPGB itu akan terbit. Itu tahap terakhir. Artinya, semuanya sudah sesuai baik perencanaan dan pelaksanaannya,” imbuhnya.

Jimmy mengaku bahwa PBG jauh lebih rumit dan kompleks daripada IMB. Karena itu sosialisasi wajib dilakukan. Untuk itu, ke depan PU akan mengundang beberapa pihak seperti pengkaji teknis, asosiasi, pihak kecamatan, dan konsultan untuk mengikuti evaluasi tersebut.

“Nanti yang jadi narasumber kami undang dari Kementerian PUPR. Dan sosialisasi bisa dilakukan baik secara online maupun offline,” tutupnya. (hel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.