INTELEK adalah cahaya penuntun yang membedakan kebijaksanaan dari sekadar kepintaran. Ia bekerja sebagai kompas batin, memberi arah yang benar bagi pikiran dan tindakan. Tanpanya, kecerdasan hanya menjadi alat yang berjalan tanpa tujuan moral yang jelas.
Inteligensi bisa mengolah data, memecahkan masalah, dan menciptakan inovasi. Namun, intelek memastikan semua itu digunakan untuk kebaikan, bukan sekadar kepentingan diri. Ia menimbang, memilah, dan menuntun agar langkah manusia selaras dengan nilai kebenaran.
Dalam ranah emosi, intelek menjadi penentu kualitas kecerdasan emosi. Ia mengajarkan kapan harus bersikap tegas, kapan harus mengalah, dan kapan harus diam. Dengan bimbingan intelek, emosi menjadi kekuatan konstruktif, bukan ledakan destruktif. Tanpa kendali intelek, kecerdasan emosi berkembang menjadi kekuatan jahat serta penuh kepura-puraan. Sebab, di balik semua sikap dan perbuatan baik yang ditunjukkan, terdapat alasan-alasan yang egonsentris. Sebuah pengingat untuk diri sendiri. (*)
(Opini Marliana Wahyuningrum, Penggiat dan Pemerhati Budaya Kalimantan Timur)