“Panen Ganda” di Berau: Kolaborasi Dinamis Ubah Tambak Udang Jadi Model Ekonomi dan Konservasi

oleh -49 views
Dempond di Suaran, yanga merupakan salah satu dari 21 percontohan Scure. foto Diskan

TANJUNG REDEB, DIMENSINEWS – Kabupaten Berau tengah merintis model pengelolaan budidaya udang windu yang inovatif. Sejak tahun 2022, Dinas Perikanan Kabupaten Berau bersama Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) secara intensif mengelola tambak ramah lingkungan dengan tujuan utama menyeimbangkan aspek ekonomi dan kelestarian lingkungan.

Kepala Bidang Budidaya pada Dinas Perikanan Kabupaten Berau, Budiono, menjelaskan bahwa inisiasi ini menggunakan metode SCURE (Shrimp Carbon Aquaculture).

“Konsep ini mengedepankan 80% petakan restorasi mangrove dan 20% petakan budidaya. Harapannya, terjadi peningkatan produksi dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan dan sosial,” ujar Budiono, Senin (3/11/2025).


Model Terintegrasi dari Hulu ke Hilir

Inisiatif ini dirancang sebagai model pengelolaan terpadu dari hulu dan hilir. Untuk mendukung konsep ini, YKAN dan Dinas Perikanan telah menggagas beberapa kemitraan strategis:

Sekolah Lapang: Inisiasi pelatihan terkait pembuatan mikroorganisme lokal dan pupuk organik untuk pembudidaya.

Kemitraan Teknis: Kerjasama dengan BBPBAP Jepara terkait penokolan udang windu dan SMK 3 Tanjung Batu terkait penyediaan benur (benih udang) untuk pengembangan tambak SCURE.

Secara spesifik, diharapkan pada sektor hilirisasi dapat terbit sertifikasi udang organik yang diakui oleh pembeli luar negeri, sehingga produk memiliki nilai jual yang lebih baik.

21 Tambak Percontohan di Tiga Sentra Kawasan

Budiono menyebutkan, saat ini terdapat 21 tambak percontohan SCURE yang tersebar di tiga sentra kawasan, yaitu Pegat Betumbuk, Suaran, Tabalar Muara. Dengan adanya konsep ini, masyarakat mendapatkan insentif panen ganda, yakni panen udang dari petakan budidaya serta panen bandeng dan kepiting dari petakan restorasi mangrove.

Selain manfaat ekonomi, tambak SCURE ini berkontribusi besar pada mitigasi lingkungan global melalui penyerapan karbon dengan meminimalisir pembukaan lahan mangrove.

“Saat ini, masih dalam tahap pengembangan agar konsep ini dapat diterima oleh pembudidaya, baik dari sisi produksi, lingkungan, dan sosial. Perlu adanya dempond (demonstrasi plot) sebagai langkah percepatan kegiatan agar konsep ini dapat diterima oleh semua lapisan,” tutup Budiono.

Apabila konsep ini telah berjalan optimal, kawasan budidaya udang windu di Berau diharapkan dapat didorong menjadi kawasan budidaya terintegrasi yang menarik untuk investasi daerah, yang pada akhirnya akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kontribusi pada PDRB daerah.

(adv/kom25/hel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.