Tak Kunjung Dapat Ganti Rugi, DPRD Mediasi Petani Tumbit Melayu

oleh -675 views
Rapat dengar pendapat DPRD Berau bersama petani Tumbit Melayu, Camat Teluk Bayur, DLHK dan Dinas Perkebunan Berau. (Ria/Dimensinews)

TANJUNG REDEB.DIMENSINEWS – 

Permasalahan dua petani Tumbit Melayu yang tak kunjung mendapatkan ganti rugi dari salah satu perusahaan di Berau, berlanjut ke rapat dengar pendapat (RDP), bersama DPRD Berau.

Diterima oleh DPRD Berau, RDP berlangsung lancar dan menghasilkan kesepakatan bersama untuk kembali melaksanakan pertemuan dengan pihak perusahaan, agar masalah ini bisa tuntas.

Dari pemaparan yang disampaikan baik dari pihak petani maupun Camat Teluk Bayur dan beberapa OPD (DLHK dan Dinas Perkebunan) yang hadir dalam RDP, permasalahan utama hanya pada pihak perusahaan.

“Kita akan mencari jadwal kosong lagi untuk kembali memanggil pihak perusahaan, mempertemukan dengan para petani, agar masalah ganti rugi ini bisa selesai. Apalagi untuk besaran ganti ruginya juga sudah jelas,” terang Wakil II Ketua DPRD Berau, Ahmad Rifai, ditemui usai memimpin RDP, Selasa (9/5/2023).

Permasalahan lahan seluas 6 hektar milik dua petani yang berlarut-larut tanpa ada kejelasan sejak 2017 ini, dianggap sangat merugikan. Lantaran pengukuran untuk ganti rugi sudah dilakukan oleh perusahaan, namun tak ada kejelasan pemberian ganti rugi hingga saat ini.

“Kami petani sangat dirugikan akan hal ini. Karena lahan yang sudah diukur itu belum ada kejelasannya. Petani takut kalau menanami lahan itu nanti tiba-tiba diambil oleh perusahaan, tapi sampai sekarang lahan itu masih utuh dan terbengkalai,” terang perwakilan Badan Pemerintahan Kampung (BPK) Tumbit Melayu, Edwar.

Camat Teluk Bayur, Endang Iriani yang hadir dalam RDP juga menyebut jika permasalahan ini memang menjadi tanggungjawabnya. Karena dari total 30 petani, hanya dua orang saja yang belum mendapatkan ganti rugi dari perusahaan.

“Ini sudah kita rapatkan juga dengan perusahaan dan bagian hukum Pemkab Berau pada 3 Mei 2023 kemarin. Dimana hasilnya pihak perusahaan sudah berkomitmen untuk memberikan pembayaran ganti rugi, tapi jangka waktunya belum tahu kapan,” terang Endang Iriani.

Dijelaskannya lebih lanjut, penundaan pembayaran ganti rugi itu dikarenakan adanya perbedaan harga. Misalnya harga di 2017 mungkin berbeda dari aspek kelayakan sosial, yang atas kesepakatan yakni Rp 15 ribu per meter untuk lahan kosong, dan Rp 16 ribu per meter untuk lahan yang ada tanamannya.

“Ini juga yang saya tegaskan kepada pihak perusahaan, karena pada dasarnya CSR perusahaan wajib diberikan kepada petani juga, mulai dari benih, pupuk dan pemasaran hasil panennya. Termasuk juga untuk ganti rugi lahan masyarakat yang digunakan oleh perusahaan,” tutup Endang. (ADV/Ria)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.