DI BALIK tampilan warna-warni dan fitur sosial yang interaktif, Roblox berpotensi membuat perilaku anak-anak menjadi kurang baik. Orang tua perlu mengantisipasinya sejak dini.
Tampilan lucu, penuh warna, dan deretan karakter menggemaskan membuat Roblox tampak seperti taman bermain digital yang aman untuk anak-anak. Game ini bahkan kerap dipandang sebagai ajang eksplorasi kreatif sekaligus sarana belajar teknologi sejak dini.
Tak heran, jutaan anak di seluruh dunia, termasuk Indonesia, hobi menghabiskan waktu berjam-jam menjelajahi dunia virtualnya.
Namun, di balik semua keseruan itu, Roblox ternyata menyimpan potensi bahaya yang tidak selalu terlihat di permukaan. Sejumlah pakar dan pemerhati keamanan digital anak memperingatkan bahwa game ini menyimpan berbagai risiko serius bagi anak-anak.
Pemerintah bahkan mempertimbangkan langkah pemblokiran jika game ini terbukti membahayakan perkembangan anak.
Apa saja potensi bahaya Roblox? Berikut lima jenis ancaman yang perlu kamu ketahui sebelum membiarkan anak terlalu larut dalam dunia Roblox.
1. KONTEN KEKERASAN
Di balik tampilan warna-warni dan fitur sosial yang interaktif, sejumlah pakar, orang tua, dan pemerintah mengungkap potensi risiko serius Roblox yang perlu diantisipasi sejak dini.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti secara tegas melarang anak-anak bermain Roblox. Ia menyatakan bahwa game tersebut mengandung kekerasan serta konten yang tidak sesuai bagi usia dini.
“Kalau main HP tidak boleh menonton kekerasan, yang di situ ada berantemnya, di situ ada kata-kata yang jelek-jelek, jangan nonton yang tidak berguna ya. Nah yang main blok-blok (Roblox) tadi itu jangan main yang itu ya, karena itu tidak baik ya,” kata Mu’ti (4/8/2025).
Menurutnya, banyak anak belum bisa membedakan antara realita dan dunia virtual. “Itu kan banyak kekerasan ya di game itu. Kadang-kadang anak-anak ini tidak memahami bahwa yang mereka lihat itu sebenarnya sesuatu yang tidak nyata,” tambahnya.
2. ADIKTIF
Roblox bersifat adiktif bagi anak-anak. Beberapa orangtua melaporkan bahwa anak mereka bisa menangis histeris atau marah besar ketika diminta berhenti bermain.
Hal ini menunjukkan adanya sifat adiktif dalam permainan ini yang membuat anak sulit melepaskan diri. Ketika keseruan di dunia virtual diputus secara tiba-tiba, anak cenderung frustrasi karena tidak siap menghadapi realitas di luar permainan.
3. KRIMINALITAS ANAK
Dari sisi psikologi, Roblox berpotensi menimbulkan perilaku menyimpang, termasuk kriminalitas anak. Salah satu contohnya, anak-anak bisa mencuri demi membeli item berbayar di dalam game.
“Kalau di Roblox ada peluang untuk itu (membeli item berbayar) ya bisa ada kemungkinan anak terjerumus ke perilaku mencuri karena ada kebutuhan,” ujar Psikolog Anak lulusan Universitas Indonesia, Mira Amir kepada Kumparan (6/8).
4. ANCAMAN PREDATOR
Mira juga mengungkapkan kekhawatiran soal kebebasan komunikasi dalam game. “Dikhawatirkan juga ada komunikasi antar pemainnya gitu kan. Kita gak tahu si anak kita ini berkomunikasi dengan yang usia berapa di ujung sana gitu kan,: jelasnya.
Data dari Statista menunjukkan, per kuartal II 2025, Roblox telah diunduh 72,4 juta kali, dengan mayoritas pengguna berasal dari kawasan Eropa. Sekitar 80 persen pemainnya menggunakan ponsel, dan yang mencengangkan, 44 persen dari total pengguna adalah orang dewasa.
Rino (31), ayah dari RFS (4) di Kota Bekasi, mengaku membatasi akses anaknya terhadap Roblox karena khawatir anaknya terpapar percakapan negatif.
“Di chat itu ada potensi orang bisa negatif buat anak kecil. Anak gua kan sudah mulai bisa baca, jadi itu takutnya dia tahu obrolan yang ada di situ,” katanya kepada Kompas.
Salah satu celah keamanan paling serius dalam ekosistem Roblox adalah lemahnya sistem verifikasi usia. Meskipun platform ini mengklaim memiliki pengaturan kontrol orangtua dan batasan berdasarkan usia, pada praktiknya siapa pun bisa membuat akun dan memilih usia berapa pun tanpa validasi yang ketat.
Artinya, pengguna dewasa dengan niat buruk bisa dengan mudah menyamar sebagai anak-anak dan masuk ke dalam ruang interaksi virtual yang seharusnya aman bagi pengguna muda.
Tak hanya sekadar bergabung dalam permainan, orang dewasa ini juga bisa memanfaatkan fitur obrolan dalam game untuk membangun komunikasi langsung dengan anak-anak.
5. LUAPAN EMOSI
Roblox, dengan sistem permainan berbasis reward dan persaingan, kerap membuat anak-anak larut terlalu dalam ke dunia virtual. Saat mengalami kegagalan dalam menyelesaikan misi, kalah dalam pertandingan, atau tidak mendapatkan item yang mereka inginkan, anak-anak bisa menunjukkan reaksi emosional berlebihan—mulai dari tantrum, menangis, hingga marah besar.
Anita Puspitasari (37), ibu asal Bekasi, mengaku mengingatkan putranya, ZKH (8), untuk keluar dari game jika ada percakapan yang tidak pantas.
“Biasanya banyak anak yang jadi emosi luar biasa, marah-marah. Anak sudah kita kasih tahu, kalau ada yang ngomong kasar, ngomong hal dewasa, harus leave,” kata Anita (6/8), dikutip dari Kompas.
Namun, ada pula sisi baik Roblox. Anita mengaku putranya jadi lebih fasih berbahasa Inggris berkat bermain di server luar negeri Roblox.
“Jadi dia sebenarnya main gimnya enggak seberapa, tapi lebih banyak chat-nya. Jadi dia misalnya mau lompat, dia kan nge-chat (pakai bahasa Inggris),” tambahnya.
Sementara itu, pemerintah tengah mempertimbangkan opsi untuk menutup akses Roblox, terutama bila terbukti game ini berdampak negatif terhadap perilaku anak.
“Kita mau melindungi generasi kita, enggak ragu-ragu juga kita. Kalau memang itu mengandung unsur-unsur kekerasan, ya kita tutup, enggak ada masalah,” tegasnya, dikutip dari Kompas.
(cna)