Maladdup, Popricenya Berau yang Menggugah Jiwa

oleh -265 views
Tarian Maladdup tampil di Peringatan Harjad Berau, Senin (15/9/2025). foto dok

Warga di Kelurahan Gunung Tabur melaksanakan tradisi Maladdup yakni menyangrai padi ketan, pada pagi hari. foto dok Erson Susanto

SUASANA gegap gempita memenuhi Gedung DPRD Kabupaten Berau pada Senin (15/9/2025) saat peringatan Hari Jadi ke-72 Kabupaten Berau dan ke-215 Kota Tanjung Redeb. Tarian Maladdup yang dibawakan sanggar tari Bulu Pattung (Bulpat) dengan koreograger Surianti ini berhasil menarik perhatian pengunjung dengan keindahan dan makna yang terkandung di dalamnya.

Tarian ini mengisahkan tradisi masyarakat di Kabupaten Berau, khususnya di wilayah Bangun Bebanir Sambaliung dan Kelurahan Gunung Tabur. Lima penari wanita membawa nampan berisi anyaman ketupat dan padi ketan yang telah disangrai, sementara seorang penari pria membawa pengorengan, menggambarkan kegiatan Maladdup yang masih dilakukan oleh masyarakat di perkampungan.

Makna di Balik Maladdup

Maladdup, yang berarti “meledak,” adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat di bulan Saffar. Menurut Erson Susanto, seniman dan pemilik sanggar Bulu Pattung, Maladdup merupakan simbol tulak bala yang memiliki makna sosial dan filosofis yang mendalam.

“Maladdup adalah kegiatan warga di bulan Saffar, di 10 hari bulan Saffar dan di akhir Rabu bulan Saffar atau cappu arba, nilai filosofinya adalah saling berbagi, saling mendoakan, dan silaturahmi antar sesama,” ungkap Erson.

Popricenya Berau

Maladdup juga diartikan sebagai momen kegembiraan atas segala kesehatan dan rejeki yang diberikan sang pencipta. Aktivitasnya dituangkan dengan kegiatan menyangrai padi ketan, yang menghasilkan suara ledakan seperti membuat popcorn.
Sajian poprice Berau ini yang juga dilengkapi ketupat burung dan ketupat lappas.
“Ketupat burung memaknakan ikhtiar mengais rejeki yang telah ditebarkan sang pencipta, dan berbagi kepada sesama,” papar Erson. “Ketupat lappas bermakna dari keiklasan dan saling mendoakan antar sesama, dan berlepas menjauhi dari segala larangan sang Pencipta.”

Tradisi Maladdup merupakan wujud rasa syukur, ini dirasakan bersama warga dengan membaca doa selamat. foto dok Erson Susanto

Tradisi Maladdup

Tradisi Maladdup dilaksanakan pada pagi hari setelah shalat Subuh, di mana warga berkumpul di halaman rumah atau di area lapangan atau di pinggir sungai. Mereka menyangrai padi ketan untuk menjadi poprice, kemudian saling memberikan antaran poprice ke rumah-rumah warga, saling silaturahmi, dan saling mendoakan.
Dengan demikian, Maladdup bukan hanya sekedar tradisi, tetapi juga merupakan simbol kegembiraan, kebersamaan, dan keiklasan dalam menjalani hidup.

Helda Mildiana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.