Sekolah Rakyat Berharap Peralatan Shalat dan Obat-obatan

oleh -29 views
SEKOLAH Rakyat Terintegrasi (SRT) 58 Kalimantan Timur, menempati gedung bekas asrama SMA 10 Samarinda yang kemudian diserahkan ke SMA 16 Samarinda. foto Endro Dimensinews.id

SAMARINDA, DIMENSINEWS – Sekolah Rakyat Kalimantan Timur yang baru diresmikan pada 30 September 2025 tadi, kini menjadi harapan baru bagi puluhan anak dari keluarga miskin ekstrem. Meski baru berjalan kurang dari sebulan, sekolah yang masih berstatus rintisan ini telah menampung 58 siswa dari berbagai latar belakang sulit — mulai dari anak yatim piatu, anak dengan orang tua yang mengalami gangguan jiwa, hingga mereka yang sempat putus sekolah karena himpitan ekonomi.

Ditemui di ruangannya di kawasan Jalan Perjuangan gang Alam Segar Samarinda, Kepala Sekolah Rakyat Terintegrasi (SRT) 58 Kalimantan Timur, Rabiatul Adawiyah, M.Pd, menjelaskan bahwa seluruh siswa berasal dari keluarga desil 1 dan 2, atau kategori miskin dan miskin ekstrem.

“Sebagian besar anak-anak ini datang tanpa bekal cukup. Banyak hanya memiliki satu atau dua stel pakaian. Sebagian mengenakan baju sumbangan,” ungkapnya, Selasa (2/10/2025).

Meskipun seluruh kebutuhan dasar siswa dijamin pemerintah — mulai dari seragam, sepatu, alat tulis, hingga perlengkapan makan-minum dan laptop — namun karena status sekolah masih dalam tahap awal, berbagai kebutuhan mendesak masih harus dipenuhi secara mandiri.
“Untuk sementara, kami mendahulukan kebutuhan yang benar-benar penting. ATK, alat kebersihan, alat tidur, dan obat-obatan kami usahakan dulu. Tapi untuk pembelanjaan tidak boleh langsung, harus melalui vendor. Jadi beberapa hal mendesak seperti obat atau listrik terpaksa kami tanggulangi dulu secara pribadi,” ujar Rabiatul.

Ia menambahkan, kebutuhan harian cukup besar. Untuk voucher listrik misalnya, dalam tiga hari bisa habis sekitar Rp1 juta. Hitungannya kalau sebulan, sekitar Rp9,5 juta. Sementara sampai sekarang, belum ada anggaran masuk,” katanya.

Sekolah Rakyat menempati gedung bekas asrama SMA 10 Samarinda yang kemudian diserahkan ke SMA 16 Samarinda. Karena tidak dimanfaatkan, maka gedung di bawah kewenangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur itu dipakai sementara untuk Sekolah Rakyat.

Bangunan asrama yang dimaanfaatkan tersebut terdiri atas 56 kamar. Setiap kamar mampu menampung empat siswa, serta dilengkapi ruang belajar, sarana olahraga, dan fasilitas digitalisasi pendidikan.

Saat ini terdapat 29 siswa SD dan 25 siswa SMA, sementara jenjang SMP masih dalam tahap perencanaan. Di jenjang SD, pembelajaran dibagi berdasarkan kemampuan membaca, bukan sekadar usia atau kelas.

“Ada yang baru belajar dari awal, ada juga yang dulu sempat sekolah sampai kelas tiga lalu putus. Kami bagi dua kelompok besar, yaitu kelas kecil (1–3) dan kelas besar (4–6),” jelas Rabiatul.

SUASANA belajar mengajar di Sekolah Rakyat Terintegrasi 58 Kaltim. foto Endro Dimensinews.id

Sekolah Rakyat, kata dia, juga memiliki 15 guru. Beberapa di antaranya mengajar lintas jenjang, seperti guru SMA yang membantu SD untuk mata pelajaran bahasa Inggris, olahraga, dan agama.

Meski fasilitas masih terbatas, semangat guru dan siswa tidak surut. “Kami terus berupaya memberikan yang terbaik. Kalau ada keperluan yang belum mendesak, kami belajar untuk bersabar. Ini sekolah rakyat — semangatnya gotong royong, bukan hanya antara guru dan siswa, tapi juga masyarakat yang peduli,” tutur Rabiatul dengan nada optimistis.

Saat ini, yang sangat mendesak dibutuhkan adalah karpet atau ambal untuk sholat, serta peralatan sholat. “Kami sudah memohon dukungan Baznas, semoga mendapat perhatian positif,” sebutnya. Selain itu juga membutuhkan obat-obatan harian seperti untuk radang tenggorokan serta asam lambung.

Ke depan, kata dia, Pemerintah Provinsi Kaltim berencana memindahkan lokasi permanen Sekolah Rakyat ke kawasan Bukit Biru, Tenggarong, di atas lahan seluas enam hektare yang kini dalam tahap pematangan. Fasilitas lengkap mencakup asrama, ruang belajar, sarana olahraga, hingga laboratorium digital diharapkan akan mendukung konsep pendidikan terpadu bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu.

“Sekolah ini bukan sekadar tempat belajar, tapi tempat membangun masa depan. Anak-anak ini berhak punya mimpi, dan tugas kami memastikan mimpi itu punya jalan,” tutup Rabiatul penuh haru.

(esf)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.