Dari Pelukan, Bukan Teguran: Mengukir Cinta Masjid di Hati Generasi Alfa

oleh -146 views
Sosialisasi Advokasi Rumah Ibadah Ramah Anak, di Masjid Al Bayyinah. foto Helda Mildiana Dimensinews.id

TANJUNG REDEB, DIMENSINEWS– Sebuah sore yang teduh Sabtu (25/10/2025), suasana di Masjid Al Bayyinah tak hanya diisi lantunan zikir. Puluhan ibu-ibu Majelis Taklim larut dalam diskusi yang menyentuh inti pengasuhan: bagaimana membuat anak-anak mencintai masjid, bukan takut padanya.

Mereka hadir dalam sosialisasi yang digelar oleh Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A), membawa satu kerisauan bersama: suara tawa dan lari-lari kecil anak di tengah jamaah.

Paradigma Baru: Tenang Ibadahnya, Senang Hatinya
Acara ini secara khusus mengusung tema yang lembut namun tegas: “Menumbuhkan Cinta Masjid di Hati Anak: Tenang Ibadahnya, Senang Hatinya”.

Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak, Mulyati Syafariyah, yang hadir mewakili Kadis DPPKB3A Rabiatul Islamiyah, membuka acara dengan pesan sinergi. Syafariyah menekankan bahwa menciptakan ‘Masjid Ramah Anak’ bukanlah tugas eksklusif orang tua, melainkan tanggung jawab kolektif.

Jemaah beberapa majelis taklim peserta sosialisasi. foto Helda Mildiana Dimensinews.id

“Anak adalah aset termahal kita. Jika mereka merasa diterima dengan senyum dan bukan tatapan tajam, mereka akan kembali. Menciptakan masjid yang nyaman adalah tugas bersama: ibu, bapak, jamaah dewasa, hingga marbot,” tegas Syafariyah.

Rahasia Konselor: Pelukan Jauh Lebih Kuat dari Larangan
Inti materi disampaikan Nur Hidayah, S.Psi.I,CHt. konselor dari Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) DPPKBP3A. Dengan bahasa yang menenangkan, Day panggilan akrabnya, mengajak para ibu untuk mengubah lensa pandang mereka terhadap tingkah laku anak di Rumah Allah.
“Cinta itu butuh pengalaman positif. Jika setiap kali anak ke masjid ia disambut teguran, larangan, atau bahkan bentakan, yang tumbuh adalah trauma, bukan cinta,” ujar Day.

Day kemudian merinci lima poin penting yang menjadi fokus pendampingan:
• Teladan Adalah Bahasa Pertama: Anak melihat, bukan mendengar. Kebiasaan orang tua ke masjid jauh lebih ampuh daripada perintah.
• Strategi Praktis: Ajak anak secara bertahap, mulai dari waktu-waktu ibadah yang singkat, dan libatkan mereka dalam kegiatan kecil yang positif di area masjid.
• Mengelola Tantangan: Ketika anak ribut, marbot atau jamaah lain diminta untuk tidak menegur dengan emosi. Arahkan anak dengan lembut, alihkan fokus mereka, dan pahami bahwa ia sedang dalam proses belajar.

Sesi tanya jawab menjadi bagian paling hangat. Banyak ibu yang mengungkapkan rasa bersalah karena sering memarahi anaknya di masjid atau merasa tidak enak hati karena pandangan jamaah dewasa.

Day menanggapi kekhawatiran ini dengan kunci penutup: pendidikan spiritual anak harus berbasis makna, bukan ketakutan.
Kesimpulan yang dibawa pulang sore itu begitu personal dan mendalam: “Cinta anak pada masjid tumbuh bukan dari larangan dan teguran, tapi dari pelukan dan keteladanan. Pengetahuan ini wajib dimiliki oleh orang tua, jamaah, dan marbot.”

Sosialisasi DPPKBP3A ini berhasil menanamkan satu keyakinan baru di hati ibu dari beberapa Majelis Taklim yang di undang DPPKB3A, bahwa pintu masjid harus selalu terbuka lebar—dan hangat—bagi generasi masa depan.

(adv/kom25/hel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.