Buku Muatan Lokal SMA Kaltim Siap Terbit Tahun 2026, Tiga Ranah Materi Raih Penilaian “Sangat Baik”

oleh -27 views

SAMARINDA, DIMENSINEWS – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menuntaskan kegiatan Uji Keterbacaan Buku Muatan Lokal (Mulok) jenjang SMA Fase F Kelas XII Tahun 2025. Kegiatan yang digelar Rabu (12/11/2025) itu menjadi tahap akhir sebelum buku ajar diterbitkan dan digunakan pada tahun pelajaran 2026.

Sub Koordinator Kurikulum dan Penilaian SMA Disdikbud Kaltim, Atik Sulistiowati, mengatakan hasil uji keterbacaan menunjukkan capaian sangat baik di tiga ranah utama. Buku bidang Sumber Daya Alam (SDA) memperoleh nilai keterbacaan 93 persen, Seni Budaya mencapai 97 persen, dan Bahasa Daerah dinilai 95 persen. Dengan hasil tersebut, seluruh buku dinyatakan siap untuk dicetak.

“Setelah pelaksanaan uji keterbacaan ini, kami menerima banyak masukan dari publik dan para penelaah. Ketiga ranah tersebut telah mendapatkan rekomendasi untuk layak terbit. Masukan yang diterima hari ini akan segera kami tindak lanjuti sebelum menyerahkan naskah final ke penerbit,” jelas Atik.

Ia menjelaskan, penyusunan buku muatan lokal ini merupakan proses panjang yang telah berlangsung sejak 2022, dimulai dari penyusunan kurikulum dan silabus dasar. Tahun 2023 difokuskan pada buku kelas X (Fase E) yang digunakan mulai 2024, disusul buku kelas XI pada 2024, dan kini buku kelas XII yang siap terbit tahun depan.

“Untuk tahun ini total penulisnya ada 20 orang. Kami menargetkan bulan ini seluruh naskah sudah final agar bisa masuk ke penerbit bulan depan, sehingga awal tahun pelajaran 2026 buku sudah siap digunakan,” tambahnya.

Sementara itu, Dr. Yuni Utami, salah satu penelaah buku bersama Nurul Fitriyah Sulaeman, menyebut penyusunan buku muatan lokal merupakan tindak lanjut dari kebijakan nasional yang memberi ruang bagi daerah untuk mengembangkan kurikulum sesuai kekhasan lokal.

“Penyusunan dokumen kurikulumnya dimulai pada 2022, lalu dilanjutkan workshop penyusunan Alur Tujuan Pembelajaran (ATP) di 2023 untuk kelas X. Tahun berikutnya untuk kelas XI, dan tahun ini untuk kelas XII,” terang Yuni.

Dijelaskannya, setelah melalui berbagai diskusi, Kaltim akhirnya menetapkan tiga ranah utama muatan lokal — Bahasa Daerah, Sumber Daya Alam, dan Seni Budaya — dari lima opsi yang tersedia dalam panduan nasional.

“Tiga tema itu dipilih karena paling mencerminkan kekhasan Kalimantan Timur. Kita ingin siswa mengenal bahasa, sumber daya, dan budaya lokalnya secara berimbang,” katanya.

Menurut Yuni, penyusunan buku muatan lokal juga melibatkan akademisi, komunitas lokal, serta penutur asli bahasa daerah. Namun, tidak semua gagasan bisa dimasukkan secara utuh karena harus menyesuaikan ruang dan struktur kurikulum.

“Semua ide kami tampung dan fasilitasi, meskipun porsinya tidak selalu sama. Misalnya komunitas mangrove ingin mendapat porsi besar, tetapi kita atur agar semua unsur lokal mendapat kesempatan tampil secara merata,” jelasnya.

Yuni menambahkan, penyusunan buku bahasa daerah memiliki tantangan tersendiri karena melalui proses penerjemahan yang cukup panjang. Proses penyusunan dilakukan melalui empat kali pertemuan tatap muka setiap tahun, masing-masing berlangsung tiga hingga empat hari dengan target dan hasil yang jelas di setiap tahap.

“Biasanya, penulis menyiapkan versi Bahasa Indonesianya lebih dulu, baru diterjemahkan ke bahasa daerah. Setelah diterjemahkan, masih ada revisi dari penutur asli,” ungkapnya.

Setiap buku bahasa daerah menampilkan tema yang sama, seperti kekayaan alam dan pariwisata Kaltim, tetapi berbeda dalam bagian cerita rakyat sesuai dengan suku masing-masing.

“Cerita rakyat Dayak berbeda dengan Berau atau Paser. Kami tidak mencampur, tapi menampilkan kekhasan tiap daerah,” ujarnya.

Ia berharap buku muatan lokal ini dapat menjadi sarana bagi siswa untuk memahami identitas daerah dan menumbuhkan rasa bangga terhadap budaya sendiri.

“Kami ingin buku ini tidak hanya jadi bahan ajar, tapi juga sarana untuk menumbuhkan kebanggaan terhadap tradisi dan budaya lokal,” kata Yuni.

Senada dengan itu, Atik Sulistiowati menegaskan pentingnya pelajaran muatan lokal dalam pembentukan karakter generasi muda di Kalimantan Timur.

“Kami berharap pelajaran muatan lokal bisa menjadi ruang belajar yang membuat siswa bangga terhadap tradisi daerah, menghormati keberagaman, dan memahami kekayaan budaya Kaltim secara mendalam,” pungkasnya. (ADV/DISKOMINFO KALTIM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.