BPPKBP3A Tegaskan Pentingnya Edukasi dan Keberanian Masyarakat Melaporkan Kekerasan Perempuan dan Anak

oleh -16 views
Rabiatul Islamiah

TANJUNG REDEB,DIMENSINEWS – Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Berau, Rabiatul Islamiah, menekankan pentingnya edukasi dan kesadaran masyarakat untuk melapor jika terjadi kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Dalam keterangannya, Selasa (17/6/2025) kemarin, Rabiatul menjelaskan bahwa berbagai bentuk dukungan terhadap korban telah dijalankan oleh pemerintah melalui Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA), mulai dari pendampingan psikologis, sosial, hingga hukum.

Kolaborasi PATBM dan UPT PPA

Rabiatul menyoroti peran strategis aktivis Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), pelopor dan pelapor (2P), serta relawan SAPA dalam menjangkau dan menginformasikan kejadian di lapangan. Ia berharap kolaborasi antara aktivis di kampung dengan kecamatan serta aparat seperti kepolisian bisa terjalin lebih kuat.

“Ketika aktivis di kampung melaporkan adanya kasus kekerasan, kami segera melakukan penjangkauan untuk pendampingan. Jika perlu, korban bisa menginap di rumah aman milik UPT PPA,” jelasnya.

Edukasi Publik Lewat Medsos dan Tokoh Masyarakat

Rabiatul menambahkan bahwa edukasi kepada masyarakat menjadi bagian penting dari upaya perlindungan ini. Ia mengajak semua pihak, termasuk media sosial, tokoh agama, dan aparat, agar turut menyebarkan informasi yang membangun kesadaran publik.

“Jangan hanya memberitakan kasus, tapi media sosial juga harus bisa menjadi ruang edukatif bagi masyarakat. Ini tugas bersama,” tegasnya.

DPPKBP3A Berikan Pendampingan Psikologis Berkelanjutan

DPPKBP3A, lanjut Rabiatul, memberikan pendampingan psikologis langsung melalui tenaga profesional. Evaluasi secara berkala dilakukan untuk memastikan korban dapat kembali hidup bermasyarakat tanpa trauma.

“Korban harus didukung agar tidak merasa terasing atau dicemooh. Edukasi ini penting agar masyarakat bisa menerima mereka kembali dengan empati, bukan stigma,” ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa pemulihan korban bukan hanya soal fisik atau hukum, tetapi juga pemulihan batin agar mereka mampu melanjutkan hidup dengan lebih baik.

“Kita ingin mereka tidak merasa berbeda. Mereka tetap punya hak yang sama untuk dihargai dan diterima. Itu yang terus kami iringi,” tutup Rabiatul.
(ton/esf)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.