PUNYA tekad besar, berdedikasi tinggi, tangguh itulah yang ada dalam sosok tenaga pendidik ini. Yuliana Pandadi, wanita 53 tahun ini punya harapan besar untuk anak-anak khususnya di Kampung Long Sului, Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau.
Baru saja, Yuliana mendapatkan penghargaan tepat pada peringatan Hari Kartini sebagai perempuan berjasa dan berprestasi dibidangnya masing-masing. Yang diberikan Pemprov Kaltim dan Bupati Berau Sri Juniarsih pada peringatan hari Kartini, yang digelar oleh Pemkab Berau Senin (25/4/2022) di Balai Mufakat .
Penghargaan ini sangat layak Yuliana dapatkan. Sebab, 17 tahun mengabdi dengan penuh perjuangan sebagai tenaga pendidik di wilayah Kelay tersebut.
“Saya tentu sangat berterimakasih, bisa mendapatkan penghargaan ini dan langsung diserahkan oleh pimpinan,” ungkapnya setelah acara peringatan Kartini kepada dimensinews.id .
Yuliana bertekad , orang kampung seperti di long Sului harus mendapatkan pendidikan, sehingganya generasi ini bisa membangun daerahnya. Itulah yang menjadi dirinya kuat. Dan perjalanan selama 17 tahun mengabdi tentu banyak cerita yang terjadi, baik cerita yang menyenangkan, juga beberapa cerita yang bisa menimbulkan perasaan pilu.
Masih banyak ia temukan anak murid yang tidak punya kesempatan untuk bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi, walalupun hanya sebatas SMP.

Sejak awal, Yuliana telah mengajar di SDN 002 Long Sului. Dengan keterbatasan akses jalan, jaringan, ternyata hingga saat ini tetap menjadi rutinitas untuk terus membagi ilmu.
Yuliana, bukanlah warga asli Long Sului, bukan juga berasal dari Kecamatan Kelay, ataupun Berau. Ia adalah anak asli suku Toraja.
Pada tahun 2005, sekolah tempat Yuliana mengajar tersebut sempat ditutup, lantaran tidak ada guru yang mampu untuk bertahan untuk mengabdi.
Saat itu, hanya ada seorang pengawas dan suaminya yang menjadi guru. Karena, kurangnya tenaga, pengawas sekolah tersebut menawarkan kepada Yuliana untuk membantu sekolah tersebut.
Tidak lama berpikir, Ia pun memutuskan untuk mengabdi, sama seperti sang suami. Dan, pada masa itu, mereka berdua belum bertempat tinggal di Long Sului. Keduanya, masih tinggal di Long Lancim.
“Saya ingat, gaji pertama di tahun 2005 itu, hanya Rp 100 ribu. Awalnya memang menemani suami, kami berdua adalah perantau,” paparnya.
Sebelum menuju Long Sului, Yuliana bersama dengan suaminya menunggu adanya mobil perusahaan untuk ikut naik ke sekolah. Begitu juga dengan pulangnya, jika tidak ada mereka bahkan sempat bermalam.
Kemudian, meski lupa di tahun pastinya, Yuliana menyewa mobil selama sebulan sebesar Rp 150 ribu dan hingga kini mencarter kapal sebulan sebesar Rp 3 juta untuk penyebrangan.
“Sekarang, kami sudah di Long Sului, suami saya sudah pindah tapi juga masih di Kelay. Kadang pakai penyebrangan dengan kapal kalau ambil gaji di Tanjung Redeb. Tidak ada akses mudah, jaringan juga sudah rusak. Dulu sempat ada,” ceritanya.
Selama Yuliana turun ke Tanjung Redeb, banyak warga yang ikut menitip untuk berbelanja, begitu juga dirinya pasti akan memanfaatkan waktu untuk membeli keperluan yang masih kurang tersedia.
Ya begitulah kira-kira sejak awal untuk mengajar penuh dengan perjalanan panjang, tapi anak di kampung harus tetap mendapatkan pendidikan,” ungkapnya.
Saat ini, murid di SDN 002 Long Sului, hanya sebanyak 30 murid, dan Yuliana mengajar untuk anak kelas satu.
Tidak hanya akses yang sulit, adapun ditemui oleh Yuliana, tidak sedikit dari anak-anak muridnya yang sulit untuk ke sekolah. Alasannya tentu saja ikut orangtua untuk bekerja di kebun.
Tidak jarang juga, Ia membuka kelas hingga ke dalam hutan, agar anak-anak bisa tetap belajar. Dan hal itu sudah jauh berlangsung sejak sebelum pandemi Covid-19 hadir.
“Saya kadang ajak semua murid ke tempat orangtua mereka kerja, kita belajar semua di sana, tapi tetap harus sekolah. Saya tidak mau ada yang ketinggalan sekolah. Sayang foto-foto belajar di hutan sudah habis kebanjiran Februari awal tahun kemarin, padahal itu kenangan yang saya ingin perlihatkan ke masyarakat,” ungkapnya.
Meski begitu, yang terpenting bagi Yuliana, belajar harus menjadi kebutuhan utama untuk anak-anak Long Sului.
“Saya ikut sedih, ketika sudah lulus SD, ada yang tidak melanjutkan SMP karena jauh. Ada yang langsung ikut membantu orangtua bekerja, dan ada yang menikah juga. Ini sebenarnya yang harus menjadi perhatian dari pemerintah,” tegasnya.
Sejauh ini, Yuliana banyak menyaksikan guru yang bergantian masuk untuk mengabdi di sana. Untuk sekarang saja, hanya terdapat 4 guru honorer lainnya dan kepala sekolah yang berstatus PNS.
Lebih jauh kehidupan pribadi, Yuliana memiliki keluarga kecil, seorang anak yang tentu membuat dirinya bahagia. Anak dari Yuliana , berpendidikan S2, berkarir di tanah kelahiran mereka di Toraja. (helda)